
Buku karangan Mas’oed Abidin itu menggambarkan sosok Mohammad Natsir (17 Juli 1908 – 14 Maret 1993), politisi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) era 1950-an.
Para pembedah buku adalah Gatot Kustyadji, Engineering and Project Director PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dan M Choiruz Zimam, anggota KPUD Gresik.
“Ketika Pak Karno mau menyatukan berbagai pemikiran waktu itu, Pak Natsir tidak langsung bertentangan sebab nasional, komunis dan Islam itu tersendiri. Boleh bersatu atau hidup berama-sama saling menghargai oke tapi tidak dipersatukan,” kata Gatot Kustyadji yang juga anggota KAHMI.
Gatot menilai, Natsir mengajarkan, jika memang benar ya dibenarkan dan jika memang salah ya dikatakan salah.
“Itu yang sekarang sudah pudar. Nilai dasar kita, karakter kita harus dibentuk. Menurut saya, sampai akhir zaman pun ya harus begitu. Tetap menjaga integritas,” katanya.
Sementara, Choiruz Zimam mengatakan, buku ini bisa menjadi inspirasi bagi aktivis mahasiswa dalam meneruskan perjuangan pejuang untuk menyelamatkan bangsa Indonesia.
“Banyak kasus korupsi yang terungkap, karena pejabat tidak mempunyai integritas dan pedoman yang baik dalam menjalankan tugas kenegaraan. Buku ini bagus untuk inspirasi generasi sekarang ini yang mulai lemah dalam membela tanah air,” kata Zimam.
Diskusi itu diikuti berbagai organisasi seperti IPNU, IPPNU, Pemuda Muhammadiyah dan HMI Gresik.
Leave a Reply